Showing posts with label religi. Show all posts

Menelusuri Jejak Bangunan Misterius Gereja Ayam

Menelusuri Bangunan Misterius Gereja Ayam



Rasa penasaran terhadap sebuah bangunan misterius di Desa Gombong, Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, membawa sejumlah wisatawan menyusuri jalan setapak ke Bukit Menoreh.

KompasTravel termasuk yang ingin menuntaskan rasa penasaran sejak bangunan yang tak selesai itu ramai diperbincangkan di media sosial, bahkan dipublikasikan di sebuah media internasional terkemuka.

Orang-orang menyebut bangunan itu dengan sebutan "Gereja Ayam" karena desain bangunannya mirip seekor ayam lengkap dengan ekor dan kepalanya. Padahal, menurut cerita pembuatnya, bangunan itu justru meniru bentuk seekor burung merpati.

Setelah selesai memotret sunrise di Bukit Punthuk Setumbu, KompasTravel kemudian menyusuri jalan setapak ke arah Menoreh. Puncak menara "Gereja Ayam" yang terlihat dari Punthuk menjadi patokan.

Perjalanan sekitar 20 menit di antara pepohonan yang rindang dengan variasi trekking menurun dan mendaki menjadikan perjalanan pagi itu terasa menyehatkan. Bangunan "Gereja Ayam" berdiri di area yang sangat strategis di salah satu punggung Bukit Menoreh.


Jika dilihat dari udara, bangunan itu menyerupai burung raksasa yang sedang berada di tengah hutan. Di sekitarnya masih terdapat pepohonan yang rindang dan belukar yang cukup banyak sehingga membuat udara pagi itu terasa sejuk.

Saat tiba di "Gereja Ayam", puluhan wisatawan telah lebih dulu tiba. Semuanya ingin menuntaskan rasa penasaran mereka.

"Ini sebenarnya merupakan rumah doa bagi siapa saja," ujar Yono (60), yang bertugas menjaga pintu masuk ke dalam bangunan, pagi itu.

Yono memungut tarif masuk seharga Rp 5.000 bagi setiap pengunjung yang ingin masuk dan menjelajahi bagian dalam "Gereja Ayam", termasuk memanjat hingga ke bagian puncak menaranya. Bagian utama dari "Gereja Ayam" itu adalah sebuah aula yang berukuran sangat besar dan tidak diisi oleh perabot apa pun.

Terlihat beberapa pengerjaan lantai sedang dituntaskan. "Gereja Ayam" sempat terabaikan dan menjadi kumuh karena pemilik bangunan, Danie Alamsjah, kehabisan dana untuk menyelesaikan bangunan ini pada tahun 2000.

Menurut Yono, Daniel mendirikan bangunan itu karena mendapat mimpi untuk mendirikan bangunan doa di atas sebuah bukit. Dia lalu membeli sepetak tanah di Bukit Menoreh dan mulai mewujudkan impian tersebut.

Walau terhenti karena persoalan dana, "Gereja Ayam" sempat dijadikan pusat rehabilitasi para pencandu narkoba. Kini, situasi di sekitar "Gereja Ayam" telah berubah. Warga telah membuat akses jalan yang dibeton menuju ke lokasi bangunan.

Baca Juga : 

Mereka juga menyediakan lahan parkir dan memperoleh keuntungan dari menjual minuman dan makanan karena pengunjung yang ramai berdatangan. Di bawah aula terdapat beberapa ruangan tidur yang dilengkapi dengan kamar mandi. Ada juga ruangan lainnya.

Pengunjung harus melengkapi diri dengan senter untuk masuk ke dalam ruangan yang gelap tersebut. Menaiki puncak menara merupakan pilihan yang tepat untuk melihat pemandangan di sekitar Bukit Menoreh. Sawah terbentang di kejauhan, dan beberapa perbukitan menjadi semacam benteng alam. Candi Borobudur pun terlihat di kejauhan.

Wisatawan juga dapat berlama-lama di halaman "Gereja Ayam" sambil menikmati suasana alam yang sesekali diselingi berbagai suara burung. Akhir pekan dan waktu libur, lokasi "Gereja Ayam" sangat ramai didatangi pengunjung. Semuanya ingin menuntaskan rasa penasaran terhadap cerita misteri yang beredar, dan ternyata tak seangker ceritanya.

Wisata Religi Baru di Semarang Masji Berbentuk Kapal Nabi Nuh

Wisata Religi Baru di Semarang Masji Berbentuk Kapal Nabi Nuh


Keberadaan bangunan masjid superunik berbentuk kapal Nabi Nuh di kampung Padaan, Desa Podorejo, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang mendadak jadi destinasi wisata baru. Meski berada di pelosok desa, sejumlah wisatawan baik dari dalam dan luar kota terus berdatangan.

Warga yang datang kebanyakan merasa penasaran melihat lebih dekat bangunan masjid yang terinspirasi dari arsitektur masjid Islamabad, Pakistan itu. Mereka rela jauh-jauh datang untuk bisa mengabadikan momen di area masjid untuk diunggah ke media sosial.

"Berbeda sekali bentuknya dengan masjid kebanyakan. Ini seperti sebuah masjid yang menumpang pada kapal. Saat berada di atas seperti menaiki kapal asli, " ujar Euis Aliyah, salah satu pengunjung di lokasi komplek masjid.
Perempuan yang akrab disapa Euis ini pun meyakini bahwa ke depan masjid berbentuk bahtera Nabi Nuh itu akan jadi ikon wisata religi baru yang menjanjikan. Selama ini, ikon masjid yang kerap jadi buruan di Semarang adalah Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) di pusat kota.


"Pemandangannya di sini juga masih sangat asri. Ada persawahan dan perkebunan durian, benar-benar unik, " ujarnya, yang tahu keberadaan masjid itu dari Facebook.

Senada dengan Euis, Faris Fardianto, pengunjung lain juga merasa takjub saat tiba di komplek Masjid Safinatun Najah. Meski fungsional masjid belum jadi 100 persen, Faris mengaku bahwa kemegahan arsitektur bangunan masjid ini sudah terlihat seperti dalam kisah Nabi Nuh.

"Desain arsitekturnya detail sekali. Seperti dek kapal dari beton yang terlihat nyata seperti kayu jati. Nyata seperti bahtera raksasa," ujar warga Sukoharjo tersebut.

Sementara menurut pengelola masjid, Muhammad Barabah, sejak tiga bulan terakhir, lokasi pembangunan masjid memang sudah dikunjungi banyak orang. Pihaknya pun tak melarang orang datang meskipun pekerjaan masjid baru mencapai 80 persen.

"Ya tetap kita persilakan. Satu hari pasti tak kurang 30 orang yang datang. Banyak juga pengunjung luar kota yang rombongan ke sini," ujarnya.


Disingung mengenai kemungkinan pengelola akan menjadikan Masjid Safinatun Najah sebagai wisata religi, Barabah mengatakan, belum punya rencana itu. Yang pasti, masjid tersebut diperuntukkan bagi umat dan warga sekitar untuk beribadah. Di sekitar komplek masjid, rencananya juga akan didirikan yayasan pendidikan Islam atau pesantren serta klinik kesehatan.

Namun untuk menuju lokasi masjid, pengunjung memang harus bersabar karena lokasinya sangat terpencil. Jalan menuju lokasi juga masih belum begitu baik dan harus melewati hutan dan area persawahan.

Wisata Religi Makam Sunan Ampel: Sejarah sunan Ampel dan Wali Songo

Wisata Religi Makam Sunan Ampel: Sejarah sunan Ampel dan Wali Songo
pintu masuk area makam sunan ampel

1. Sejarah Sunan Ampel

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-23  dari Nabi Muhammad, menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming. Sejarah singkat Sunan Ampel datang ke Nusantara yaitu ketika Prabu Sri Kertawijaya tak kuasa memendam gundah. Raja Majapahit itu risau memikirkan pekerti warganya yang bubrah tanpa arah. Sepeninggal Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, kejayaan Majapahit tinggal cerita pahit. Perang saudara berkecamuk di mana-mana. Panggung judi, main perempuan, dan mabuk-mabukan menjadi ”kesibukan” harian kaum bangsawan –pun rakyat kebanyakan. Melihat beban berat suaminya, Ratu Darawati merasa wajib urun rembuk. ”Saya punya keponakan yang ahli mendidik kemerosotan budi pekerti,” kata permaisuri yang juga putri Raja Campa itu. ”Namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putra Kakanda Dewi Candrawulan,” Darawati menambahkan. Tanpa berpikir panjang, Kertawijaya mengirim utusan, menjemput Ali Rahmatullah ke Campa –kini wilayah Kamboja.

peta makam sunan ampel dalam kota suranaya

Ali Rahmatullah inilah yang kelak lebih dikenal sebagai Sunan Ampel. Cucu Raja Campa itu adalah putra kedua pasangan Syekh Ibrahim Asmarakandi dan Dewi Candrawulan. Ayahnya, Syekh Ibrahim, adalah seorang ulama asal Samarkand, Asia Tengah. Kawasan ini melahirkan beberapa ulama besar, antara lain perawi hadis Imam Bukhari. Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Campa. Ia kemudian diangkat sebagai menantu. Ia diperkirakan lahir pada 1420, karena ketika berada di Palembang pada tahun 1440, sebuah sumber sejarah menyebutnya berusia 20 tahun. Masalahnya para sejarawan lebih banyak mendiskusikan tahun kedatangan Rahmatullah di Pulau Jawa. Petualang Portugis, Tome Pires, menduga kedatangan itu pada 1443.

Hikayat Hasanuddin memperkirakannya pada sebelum 1446 –tahun kejatuhan Campa ke tangan Vietnam. De Hollander menulis, sebelum ke Jawa, Rahmatullah memperkenalkan Islam kepada Raja Palembang, Arya Damar, pada 1440. Perkiraan Tome Pires menjadi bertambah kuat. Dalam lawatan ke Jawa, Rahmatullah didampingi ayahnya, kakaknya (Sayid Ali Murtadho), dan sahabatnya (Abu Hurairah). Rombongan mendarat di kota bandar Tuban, tempat mereka berdakwah beberapa lama, sampai Syekh Asmarakandi wafat. Makamnya kini masih terpelihara di Desa Gesikharjo, Palang, Tuban. Sisa rombongan melanjutkan perjalanan ke Trowulan, ibu kota Majapahit, menghadap Kertawijaya. Di sana, Rahmatullah menyanggupi permintaan raja untuk mendidik moral para bangsawan dan kawula Majapahit. Sebagai hadiah, ia diberi tanah di Ampeldenta, Surabaya. Sejumlah 300 keluarga diserahkan untuk dididik dan mendirikan permukiman di Ampel. Meski raja menolak masuk Islam, Rahmatullah diberi kebebasan mengajarkan Islam pada warga Majapahit, asal tanpa paksaan. Selama tinggal di Majapahit, Rahmatullah dinikahkan dengan Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Arya Teja, Bupati Tuban.

Sejak itu, gelar pangeran dan raden melekat di depan namanya. Raden Rahmat diperlakukan sebagai keluarga keraton Majapahit. Ia pun makin disegani masyarakat. Pada hari yang ditentukan, berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke Ampel. Dari Trowulan, melewati Desa Krian, Wonokromo, berlanjut ke Desa Kembang Kuning. Di sepanjang perjalanan, Raden Rahmat terus melakukan dakwah. Ia membagi-bagikan kipas yang terbuat dari akar tumbuhan kepada penduduk. Mereka cukup mengimbali kipas itu dengan mengucapkan syahadat. Pengikutnya pun bertambah banyak.

Sebelum tiba di Ampel, Raden Rahmat membangun langgar (musala) sederhana di Kembang Kuning, delapan kilometer dari Ampel. Langgar ini kemudian menjadi besar, megah, dan bertahan sampai sekarang –dan diberi nama Masjid Rahmat. Setibanya di Ampel, langkah pertama Raden Rahmat adalah membangun masjid sebagai pusat ibadah dan dakwah. Kemudian ia membangun pesantren, mengikuti model Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Format pesantrennya mirip konsep biara yang sudah dikenal masyarakat Jawa. Raden Rahmat memang dikenal memiliki kepekaan adaptasi. Caranya menanamkan akidah dan syariat sangat memperhatikan kondisi masyarakat. Kata ”salat” diganti dengan ”sembahyang” (asalnya: sembah dan hyang). Tempat ibadah tidak dinamai musala, tapi ”langgar”, mirip kata sanggar. Penuntut ilmu disebut santri, berasal dari shastri –orang yang tahu buku suci agama Hindu.

Siapapun, bangsawan atau rakyat jelata, bisa nyantri pada Raden Rahmat. Meski menganut mazhab Hanafi, Raden Rahmat sangat toleran pada penganut mazhab lain. Santrinya dibebaskan ikut mazhab apa saja. Dengan cara pandang netral itu, pendidikan di Ampel mendapat simpati kalangan luas. Dari sinilah sebutan ”Sunan Ampel” mulai populer. Ajarannya yang terkenal adalah falsafah ”Moh Limo”. Artinya: tidak melakukan lima hal tercela. Yakni moh main (tidak mau judi), moh ngombe (tidak mau mabuk), moh maling (tidak mau mencuri), moh madat (tidak mau mengisap candu), dan moh madon (tidak mau berzina).

Falsafah ini sejalan dengan problem kemerosotan moral warga yang dikeluhkan Sri Kertawijaya. Sunan Ampel sangat memperhatikan kaderisasi. Buktinya, dari sekian putra dan santrinya, ada yang kemudian menjadi tokoh Islam terkemuka. Dari perkawinannya dengan Nyai Ageng Manila, menurut satu versi, Sunan Ampel dikaruniai enam anak. Dua di antaranya juga menjadi wali, yaitu Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) dan Sunan Drajat (Raden Qosim). Seorang putrinya, Asyikah, ia nikahkan dengan muridnya, Raden Patah, yang kelak menjadi sultan pertama Demak. Dua putrinya dari istri yang lain, Nyai Karimah, ia nikahkan dengan dua muridnya yang juga wali. Yakni Dewi Murtasiah, diperistri Sunan Giri, dan Dewi Mursimah, yang dinikahkan dengan Sunan Kalijaga.

Sunan Ampel biasa berbeda pendapat dengan putra dan murid-mantunya yang juga para wali. Dalam hal menyikapi adat, Sunan Ampel lebih puritan ketimbang Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga pernah menawarkan untuk mengislamkan adat sesaji, selamatan, wayang, dan gamelan. Sunan Ampel menolak halus. ”Apakah tidak khawatir kelak adat itu akan dianggap berasal dari Islam?” kata Sunan Ampel. ”Nanti bisa bidah, dan Islam tak murni lagi.” Pandangan Sunan Ampel didukung Sunan Giri dan Sunan Drajat. Sementara Sunan Kudus dan Sunan Bonang menyetujui Sunan Kalijaga.

Sunan Kudus membuat dua kategori: adat yang bisa dimasuki Islam, dan yang sama sekali tidak. Ini mirip dengan perdebatan dalam ushul fiqih: apakah adat bisa dijadikan sumber hukum Islam atau tidak. Meski demikian, perbedaan itu tidak mengganggu silaturahmi antarpara wali. Sunan Ampel memang dikenal bijak mengelola perbedaan pendapat. Karena itu, sepeninggal Maulana Malik Ibrahim, ia diangkat menjadi sesepuh Wali Songo dan mufti (juru fatwa) se-tanah Jawa. Menurut satu versi, Sunan Ampel-lah yang memprakarsai pembentukan Dewan Wali Songo, sebagai strategi menyelamatkan dakwah Islam di tengah kemelut politik Majapahit. Namun, mengenai tanggal wafatnya, tak ada bukti sejarah yang pasti. Sumber-sumber tradisional memberi titimangsa yang berbeda.

Ketika Sunan Ampel wafat, kematiannya sangat menyedihkan dan mengharukan bagi umatnya dan ditangisi sepanjang upacara pemakamannya, karena Sunan Ampel dianggap sebagai seorang guru yang pengaruhnya sangat besar dalam penyiaran agama Islam di pulau Jawa.  Tanggal wafat Sunan Ampel kurang jelas. Menurut Serat Kanda, Brandes; Pararaton, dan dalam VBG XLVII, 1986, wafatnya  Sunan Ampel dinyatakan dengan candrasengkala: “awak kalih guna iku” yang nilainya 1328 (dibaca dari belakang), jadi pada tahun 1328 Saka atau 1406 M. Meskipun demikian, ada yang berpendapat lain tentang tahun kewafatannya. Menurut Sidi Gazalba Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 M. Hanya Allah yang tahu kapan Sunan Ampel wafat, yang pasti jasa-jasa Sunan Ampel sangat besar bagi penyiaran agama islam khususnya dipulau Jawa.

Makam sunan ampel salah satu dari wali songo

2. Sumber-sumber Sejarah yang Berupa Bangunan Makam

Di makam sunan ampel terdapat banyak sekali sumber-sumber sejarah yang tertinggal, diantaranya yaitu peninggalan bentuk nisan makam-makam yang ada disekitar makam Sunan Ampel. Bentuk bangunan makam yang berupa nisan memiliki ciri khas tersendiri dan berbeda dengan bentuk nisan makam yang ada saat ini. Makam sunan ampel sendiri dibangun di sebelah utara komplek pemakaman, dan makamnya dibatasi oleh pagar yang terbuat dari alumunium. Bangunan makam sangat terawat dan terlihat bersih sehingga membuat peziarah khusuk jika melayat ke makam sunan Ampel. Di samping kiri makam Sunan Ampel yaitu makam istri Sunan Ampel yang bernama Nyai Candrawati. Makam yang pertama kali ada di komplek makam itu yaitu makam dari Sunan Ampel.

Kemungkinan makam yang ada di komplek makam yaitu ada dua diantaranya yaitu keluarga Sunan Ampel, dan yang kedua yaitu harta benda atau artefak-artefak berharga yang disembunyikan.
Makam Raden Muhammad Ali Rahmatullah atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel, terletak di belakang mesjid. Untuk mencapai makam harus melewati sembilan gapura, sesuai arah mata angin, yang melambangkan wali songo atau sembilan wali. Tiga gapura merupakan bangunan asli peninggalan Sunan Ampel. Makam Sunan Ampel bersebelahan dengan makam istri pertamanya yakni Nyai Condrowati, yang merupakan keturunan Raja Brawijaya Lima.

Di komplek makam ini terdapat juga makam para pengawal dan pengikut Sunan Ampel. Diantaranya makam Mbah Soleh yang berjumlah sembilan. Konon Mbah Soleh meninggal sembilan kali, karena itu makamnya ada sembilan. Selain itu, terdapat juga makam Mbah Bolong. Semasa hidupnya Mbah Bolong yang memiliki nama asli Sonhaji ini, ahli dalam menentukan arah mata angin. Terutama untuk menentukan arah kiblat. Di tempat ini juga terdapat petilasan Sunan Kalijaga, yang ramai dikunjungi para peziarah. Diarea makam juga terdapat makam dari KH mas mansyur yang merupakan keturunan dari Sunan Ampel dan juga sebagai salah satu panitia BPUPKI. Wisata ziarah religi Sunan Ampel mulai digalakkan sejak tahun 1972, setelah diadakannya haul atau peringatan hari wafat Sunan Ampel untuk pertamakalinya.

 Pengelola Makam  juga menyediakan air keramat diambil dari sumur tua (peninggalan Sunan Ampel) yang dialirkan kedalam kendi untuk diminum, sebagian orang meyakini bisa menyembuhkan segala macam penyakit dan dapat membuat orang awet muda. Fasilitas lain di area makan tersedia toilet, tempat pakir dan buku sejarah Sunan Ampel.  Ketika memasuki Makam ada larangan untuk pengunjung melepas sepatu dan sandal, dilarang mengambil gambar di area Makam,  tidak boleh sholat diarea Makam, khusus untuk kaum  hawa diwajibkan menggunakan  kerudung. Pengunjung Wisata Religi setiap hari Senin  sampai Kamis mencapai 1500 orang per hari  sedangkan malam Jumat Kliwon mencapai sepuluh bus  dari berbagai kota Kabupaten di Jawa Timur seperti: Lamongan, Malang, Tuban, Kediri, Pasuruan, Probolinggo, bahkan dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta untuk melakukan Ritual di Makam Sunan Ampel.

3. Sumber- sumber Sejarah yang Berupa Bangunan masjid

Di tempat ini juga terdapat masjid peninggalan Sunan Ampel. Bangunan utamanya sudah empat kali dipugar. Awalnya Sunan Ampel mendirikan masjid ini di atas lahan seluas dua ribu meter persegi pada tahun 1421 Masehi. Setelah dipugar, komplek masjid Sunan Ampel kini memiliki luas sekitar setengah hektar. Keunikan dan nilai sejarah masjid ini terletak pada 16 tiang penyangganya yang terbuat dari kayu jati berukuran 17 meter tanpa sambungan.Tiang penyangga ini hingga kini masih kokoh, padahal umurnya sudah lebih dari 600 tahun. Di tiang penyangga terdapat ukiran-ukiran kuno peninggalan zaman Majapahit yang bermakna Keesaan Tuhan. Masjid ini memiliki 48 pintu yang masih asli, dengan diameter satu setengah meter, dan tinggi dua meter.

Bangunan lain yang menjadi ciri khas masjid ini adalah menara setinggi 50 meter. Dahulu, menara ini berfungsi sebagai tempat adzan. Di sebelah menara terdapat kubah berbentuk pendopo jawa, dengan lambang ukiran mahkota berbentuk matahari, yang merupakan lambang kejayaan Majapahit. Di tempat ini juga terdapat sumur bersejarah. Namun kini sudah ditutup dengan besi.Air sumur ini dipercaya memiliki kelebihan seperti air zamzam di Mekkah. Khasiatnya beragam, diantaranya dipercaya dapat menjadi obat. Para peziarah sering membawa air ini sebagai oleh-oleh. menurut juru kunci bernama HM Suryansyah, banyak peziarah percaya air sumur memiliki khasiat untuk menyembuhkan orang sakit.

Benda lainnya yang masih tampak asli adalah Mihrab tempat Sunan Ampel memberikan ceramah semasa hidupnya. Mihrab ini sudah rapuh, sehingga tidak dipergunakan lagi. Begitu pula dengan beduk kecil ini, sudah jarang dipukul. Karena usianya sudah ratusan tahun.Pada bulan ramadhan ini para peziarah semakin banyak yang datang.  Mereka datang untuk mendo'akan Sunan Ampel, sekaligus menghormatinya, sebagai salah satu sunan yang menjadi penyebar agama Islam.

Karakter Islam telah ditunjukkan oleh keberadaan masjidnya yang besar dan terus mengalami pemugaran. Hal ini mengingat lokasinya yang dekat dengan pasar dan juga sebagai tempat aktivitas Ziarah. Tampilan bangunan masjid tampak megah dilengkapi pula dengan menara. Rancangan arsitektur tradisional masih terlihat yaitu beratap tumpang tiga dan ruang utamanya berdenah bujur sangkar yang dilengkapi dengan sokoguru. Kekunoan yang masih tampak ada pada mimbarnya yang dihiasi dengan motif burung garuda. Motif yang lain terdapat pada plengkung mimbar dihiasi pula medallion dan daun-daunan serta ‘matahari/sinar Majapahit”.

Ragam hias yang memenuhi bidang mimbar tersebut tidak hanya terkait dengan simbol-simbol keislaman tetapi estetikanya merefleksikan esensi local yang bersumber pada konsep kosmologis. Tema tentang burung banyak dijumpai pada syair-syair bernafaskan Islam terutama syair sufi dan juga cerita tentang nabi Sulaiman yang dapat memahami ucapan burung. Seringkali motif burung ini dihubungkan dengan ucapan burung yaitu pancaran atau bisikan halus dari Allah untuk nabi Muhammad. Pancaran dan bisikan halus Allah tersebut merupakan wahyu yang berisi pedoman hidup manusia agar memperoleh keselamatan. Pedoman hidup berisi aturan-aturan yang merupakan usaha manusia untuk melepaskan diri dari sifat dan nafsu dunia guna mencapai tujuan tertinggi, yaitu manusia sempurna. Pada masa Klasik, motif burung dalam penggambarannya kadang-kadang hanya berupa sayap dan banyak menghiasi candi. Dalam seni patung, sering dihubungkan dengan kendaraan Dewa Wisnu. Biasanya motif ini dihubungkan dengan konsep pelepasan.

Yang menarik dari mimbar ini adalah adanya motif matahari atau yang dikenal juga motif “surya Majapahit”. Dilihat dari fungsinya, hiasan motif ini mempunyai arti sesuai dengan penggunaannya. Yang pertama sebagai pengakuan atas religia Majapahit, mengingat bahwa Sunan Ampel berada dalam satu kurun waktu dengan masa akhir Majapahit sehingga pengaruh kekuasaan Majapahit masih terasa. Tetapi boleh jadi relief matahari ini merupakan lambang supranatural, kesaktian atau merupakan magico religious, karena terkait dengan tokoh sentral yang dimakamkan di sini yaitu Sunan Ampel merupakan orang yang diagungkan. Namun ada juga tafsir yang lain, bahwa hiasan surya Majapahit yang terdapat pada makam para wali, sudut-sudut yang merupakan puncak sinar pada hiasan itu berjumlah 8 buah, diduga melambangkan kosmogoni, tetapi juga merupakan lambang para wali itu sendiri yang merupakan penyebar agama ke delapan penjuru di Pulau Jawa dengan para wali itu sendiri sebagai pusatnya (8 penjuru angin + 1 wali sebagai pusatnya), jumlah walisongo.

Menurut juru kunci masjid struktur masjid menurut sumber-sumber akademik, masjid ampel arsitekturnya lebih dominan mengikuti peninggalan hindu dan islam. Hal ini tidak terlepas dari cara mengajar Sunan Ampel yang selalu mengadopsi kegiatan agama hindu atau budha untuk menarik jamaahnya waktu itu. Masjid ini seperti halnya bangunan-bangunan Jawa kuno. Tiang-tiang masjid memiliki unsur arsitektur Belanda dan Cina. Masjid setiap kali mengalami pemugaran mengingat usianya yang sudah tua, namun pemugaran itu tidak menghilangkan keaslian bangunan masjid. Menurut data  yang objektif terakhir kali masjid mengalami pemugaran yakni pada tahun 1800M, yang pada saat itu Indonesia masih dipimpim oleh seorang Adipati. Didalam majid terdapat sumur yang airnya dianggap suci dan letak sumur itu sendiri terletak disebelah tiang menara masjid. Sumur sendiri menjadi pembangunan utama yang dilakukan oleh Sunan Ampel, karena air merupakan kebutuhan pokok masyarakat pada waktu itu.

Wisata Religi Sejarah Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya Jawa Timur Lengkap deangan Maps Lokasi

Wisata Religi Sejarah Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya Jawa Timur Lengkap deangan Maps Lokasi 
pintu msuk masjid sunan ampel di tahun 1927

Masjid Ampel didirikan pada tahun 1421 oleh Raden Mohammad Ali Rahmatullah alias Sunan Ampel dengan dibantu kedua sahabat karibnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, dan para santrinya.3 Di atas sebidang tanah di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel) Kecamatan Semampir sekitar 2 kilometer ke arah Timur Jembatan Merah, Sunan Ampel selain mendirikan Masjid Ampel, juga mendirikan Pondok Pesantren Ampel. Cuma sayangnya, ihwal kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini, tidak ada catatan tertulis yang menyebutkannya.

Gerbang Kawasan wisata religi sunan ampel surabaya

Masjid Sunan Ampel yang dibangun dengan gaya arsitektur Jawa kuno dan nuansa Arab Islami. Masjid ini masih dipengaruhi dengan alkuturisasi dari budaya lokal dan Hindu-Budha lewat arsitektur bangunannya. Di masjid inilah saat itu sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan wali dari berbagai daerah di Jawa untuk membicarakan ajaran Islam sekaligus membahas metode penyebarannya di Pulau Jawa.

Masjid Ampel berbahan kayu jati yang didatangkan dari beberapa wilayah di Jawa Timur dan diyakini memiiki 'karomah'. Seperti disebut dalam cerita masyarakat, saat pasukan asing menyerang Surabaya dengan senjata berat dari berbagai arah dan menghancurkan kota Surabaya namun tidak menimbulkan kerusakan sedikitpun pada Masjid Ampel bahkan seolah tidak terusik.

Sunan Ampel adalah salah satu wali songo yang berjasa menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama aslinya adalah Raden Mohammad Ali Rahmatullah merupakan seorang figur yang alim, bijak, berwibawa dan banyak mendapat simpati dari masyarakat. Sunan Ampel diperkirakan lahir tahun 1401 di Champa, Kamboja.

Sejarah mencatat, Sunan Ampel adalah keturunan dari Ibrahim Asmarakandi. Salah satu Raja Champa yang yang kemudian menetap di Tuban, Jawa Timur. Saat berusia 20 tahun, Raden Rachmat memutuskan untuk pindah ke Tanah Jawa, tepatnya di Surabaya yang ketika itu merupakan daerah kekuasaan Majapahit di bawah Raja Brawijaya yang dipercaya sudah beragama Islam ketika berusia lanjut itu. Di usianya 20 tahun, Sunan Ampel sudah dikenal pandai dalam ilmu agama, bahkan dipercaya Raja Brawijaya untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di Surabaya.
bagian depan masjid agung sunan ampel sekarang

Tugas khususnya adalah untuk mendidik moral para bangsawan dan kawula Majapahit. Untuk itu Raden Rachmat dipinjami oleh Raja Majapahit berupa tanah seluas 12 hektar di daerah Ampel Denta atau Surabaya untuk syiar agama Islam. Karena tempatnya itulah, Raden Rachmat kemudian akrab dipanggil Sunan Ampel. Sunan Ampel memimpin dakwah di Surabaya dan bersama masyarakat sekitar membangun masjid untuk media dakwahnya yang kini dikenal sebagai Masjid Ampel. Di tempat inilah Sunan Ampel menghabiskan masa hidupnya hingga wafat tahun 1481 dan makamnya terletak di sebelah kanan depan masjid Ampel.

Penerus pengelola keberadaan Masjid Ampel ini sampai sekarang masih belum jelas. Secara formal, Masjid Ampel ini ditangani nadzir yang baru dibentuk sekitar awal tahun 1970-an. Yang pertamakali bertindak sebagai nadzir Masjid Ampel ini adalah, almarhum KH Muhammad bin Yusuf dan diteruskan oleh KH Nawawi Muhammad hingga tahun 1998. Nah, sepeninggal KH Nawawi Muhammad (1998) hingga sekarang ini nadzir Masjid Ampel belum resmi dibentuk. Yang ada sekarang adalah pelanjut nadzir yang dijabat oleh KH Ubaidilah. Adapun Ketua Takmir Masjid Ampel adalah, H. Mohammad Azmi Nawawi.
bagian dalam masjid sunan ampel surabaya

Tapi sekarang Seperti lazimnya masjid-masjid besar, Masjid Ampel selalu dijaga dan dirawat kebersihannya. Apalagi, keberadaan Masjid Ampel ini terbilang merupakan peninggalan sejarah. Bukti-bukti peninggalan bersejarah Masjid Ampel yang sekarang masih tampak terawat adalah, terdapat pada 16 tiang utama masjid yang terbuat dari kayu jati. Ke-16 tiang tersebut, masing-masing panjangnya 17 meter dengan diameter 60 centimeter. Pembangunan pertamakali masjid yang terletak di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel) ini seluas 120 x 180 meter persegi. Berikutnya, dilakukan beberapakali renovasi hingga adanya sekarang ini. Namun, meski renovasi terus dilakukan, keaslian bangunan masjid yang ditandai dengan ke-16 tiang utamanya itu tetap dipelihara dan dirawat, agar jangan sampai turut direnovasi. Sebab, untuk ukuran teknolgi dizaman awal abad 15 itu, bahwa pengangkatan ke-16 tiang utama masjid dengan panjang 17 meter dan berdiameter 60 centimeter tersebut, kini masih dalam tahap penelitian. Kini, sehari-hari Masjid Ampel hampir tak pernah sepi pengunjung dari dalam dan luar kota, bahkan luar propinsi dan luar pulau. Kegiatan yang ada, selain shalat jama’ah 5 waktu secara rutin dan pengajian, juga diramaikan dengan kegiatan belajar mendalami bahasa arab di Lembaga Bahasa Arab program non-gelar yang berlokasi di gedung samping timur masjid.

Saat ini Masjid Ampel merupakan salah satu daerah tujuan wisata religi di Surabaya. Masjid ini dikelilingi oleh bangunan berarsitektur Eropa, Tiongkok dan Arab. Disamping kiri halaman masjid Ampel, terdapat sebuah sumur yang diyakini merupakan sumur yang bertuah, biasanya digunakan oleh mereka yang meyakininnya untuk penguat janji atau sumpah.

Tepat di belakang Masjid Ampel terdapat kompleks makam Sunan Ampel yang meninggal pada 1481. Di kawasan ini ada yang menarik yaitu keberadaan Kampung Arab yang sebagian besar ditempati keturunan Arab Yaman dan Cina yang sudah menetap ratusan tahun untuk berdagang. Suasana kehidupan para pedagang ini nyaris seperti suasana di Makkah.

Saat memasuki bulan Ramadhan, Masjid Agung Sunan Ampel menjadi salah satu kawasan yang paling dicari. Selama Ramadhan, jumlah pengunjung meningkat dua kali lipat dibanding hari biasa yang rata-rata mencapai 2.000 orang. Pengunjung akan semakin banyak pada saat ’maleman’ (malam tanggal 21, 23, 25, 27, 29 Ramadhan) dengan jumlah di atas 10 ribu orang, bahkan dapat mencapai 20 ribu orang.

Selain niat ingin menjalankan salat dan dzikir di tempat yang tenang, banyak yang datang untuk ziarah ke makam Sunan Ampel. Bahkan wisman yang datang juga ada yang berasal dari China, Prancis, Belanda, Italia, Malaysia, Saudi Arabia, Jepang, Brunei Darussalam, Filipina, Jerman, Yunani, Selandia Baru, Korea, dan Jepang. Umumnya mereka melihat bentuk bangunan masjid Ampel yang dibangun sejak 1421, kemudian mereka juga berziarah ke makam Sunan Ampel.

Snouck Hurgronje mengatakan bahwa masjid di Indonesia, kalau di bandingkan dengan masjid di Negara Islam lainya sanngat berbeda. Di Indonesia masjid merupakan pusat pengaruh agama islam yang lebih besar terhadap kehidupan penduduk secara keseluruhan. Agama Islam di Indonesia mempunyai corak masjid tersendiri. Kemungkinan pulau jawalah yang merupakan daerah tempat corak ini tumbuh pertama kali.6 Ciri-ciri masjid tersebut adalah mempunyai bentuk denah dasar persegi, tidak berdiri di atas tiang seperti langgar di jawa, rumah tinggal di Indonesia yang kuno, tajung di daerah sundadan bale di Banten, tetapi berdiri di atas pondasi padat yang agak tinggi, mempunyai atap runcing, yang terdiri dari 2 sampai 5 tingkat  yang semakin mengecil ke atas, di sisi barat atau barat laut ada bangunan menonjol untuk mihrob, di bagian depan dan kedua sisinya biasanya terdapat seramb terbuka atau tertutup, halaman sekiitar masjid di kelilingi tembok dan pintu gerbang.

Dari ciri-ciri tersebut masjid di Indonesia masih menggunakan bangunan Jawa Hindu-Buda yan sudah mandapat pengaruh islam dengan bebrapa perubahan, seperti Masjid Sunan Ampel secara apik mengadaptasikan nilai-nilai Islam ke dalam arsitektur Jawa. Gapuro (pintu gerbang), misalnya, yang konon berasal dari kata Arab ghafura yang berarti ampunan, dibangun di area masjid untuk mengingatkan setiap Muslim agar memohon ampunan sebelum memasuki kawasan suci dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Lima gapura yang ada di sekelilingnya merefleksikan inti ajaran agama Islam. Bilangan lima menyimbolkan jumlah rukun Islam. Di sebelah selatan adalah gapura pertama yang bernama Gapuro Munggah. Munggah berarti naik. Dinamakan demikian karena gapura ini menyimbolkan rukun Islam yang kelima, yaitu haji. Dalam tradisi Jawa, orang yang naik haji dikatakan munggah kaji.

peta masjid sunan ampel dalam kota surabaya

Masih di sebelah selatan masjid, terdapat gapura kedua yang bernama Gapuro Poso (puasa). Gapura ini secara implisit mengajarkan umat Muslim menunaikan puasa, baik yang wajib maupun sunnah. Ada juga, Gapura Ngamal (beramal) yang menyimbolkan pentingnya beramal bagi umat Islam untuk membantu sesama Muslim yang membutuhkan. Di sebelah barat masjid terdapat Gapuro Madep. Madep berarti menghadap, yaitu menghadap ke arah kiblat ketika mendirikan shalat. Gapura yang terakhir adalah Gapuro Paneksan (kesaksian), yang berarti kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusan Allah. Cukup menarik apabila melihat posisi masjid di tengah lima gapura, sebagai pusat ibadah serta simbol kesucian, tempat umat Muslim menyembah, memuji, menyucikan, dan mendekatkan diri kepada Allah. Kelima gapura yang mengelilingi masjid menegaskan bahwa umat Muslim haruslah melaksanakan rukun Islam Secara sempurna untuk dapat mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa.

Wisata Religi Gua Maria Kaliori Banyumas Jawa Tengah

Wisata Religi Gua Maria Kaliori Banyumas Jawa Tengah
gua maria kaliori banyumas(foto. wisatajateng.com)

Gua Maria Kaliori, Banyumas Merupakan tempat ziarah bagi umat Katolik terlengkap di Indonesia. Pada saat-saat tertentu, tempat ini sering dikunjungi oleh para jamaat. Sekitar 20 km dari kota Purwokerto dan masuk ke dalam keuskupan Purwokerto.

Gua ini dibangun di atas bukit kecil yang sebelumnya tandus. Pembangunan Gua Maria Kaliori ini dimulai sejak 15 Agustus tahun 1989 yang ditandai dengan adanya peletakan batu pertama oleh Uskup Purwokerto Mgr. P. S Hardjasoemarta MSc. pada tanggal 10 Oktober 1989 terjadi peristiwa bersejarah, dimana dalam acara Misa Agung di Yogyakarta, Bapa Suci Yohanes Paulus II mau memberkati Patung Bunda Maria. Hal ini merupakan tanda dimulainya prasasti dari Gua Maria Kaliori yang kemudian dilanjutkan pada tanggal 8 Desember 1989, untuk bisa diresmikan bagi masyarakat luas. Patung Bunda Maria yang ada di Kaliori diberkati oleh Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II ketika merayakan Misa Agung di Yogyakarta pada tanggal 10 Oktober 1989.

Gua ini terletak di komplek peziarahan seluas 5,6 hektar dan dilengkapi dengan sejumlah fasilitas doa. Semenjak itu, pembangunan tempat ziarah Umat Katolik tersebut berlanjut terus. Berbagai fasilitas, seperti Kapel Ratu Surga, Jalan Salib, Taman Rosario, Pendopo bagi para peziarah, dan Rumah Retret MariaImakulata menjadi bagian dari Wisata Rohani Goa Maria Kaliori. Pengelolaan dan pengembangan Goa MariaKaliori diserahkan kepada Konggregasi Oblat Maria Imakulata (OMI) yang memiliki kharisma di dalam pengelolaan Goa Maria di berbagai negara di dunia. 

Akses untuk menuju lokasi ada dua alternatif:

Jakarta/Bandung - Wangon - Buntu - Gombong/Yogyakarta
Dari arah Bandung, sampai di pertigaan Buntu belok ke kiri menuju Purwokerto melewati Banyumas dan Sokaraja, setelah melewati Sungai Serayu di antara jalan berkelok-kelok di sebelah kanan ada papan nama besar Goa Maria Kaliori.

Jakarta - Purwokerto - Gombong/Yogyakarta
Dari arah Purwokerto setelah melewati Sokaraja (terkenal dengan getuknya) dan setelah pabrik Gula Kalibagor, di sebelah kiri ada ada papan nama besar Goa Maria Kaliori.

lokasi gua maria dari alun-alun kota purwokerto (google.com/map)
Sejak berdirinya Gua Maria Kaliori hingga kini, ada beberapa bangunan/sarana dan prasarana yang terus ditambahkan, seperti Taman Rosario Hidup, Aula St Yoseph, toko souvenir Gua Maria, pendopo, makam Uskup dan para Imam, jalan-jalan beraspal menuju Gua Maria, Sakristi, ruang Pengakuan Dosa, MCK, makam umum, lahan parkir, pos satpam, area Jalan Salib, perumahan karyawan, dan gereja.

Wisata Religi Ke Masjid Tiban atau Masjid Ajaib Kabupaten Malang

Wisata Religi Ke Masjid Tiban atau Masjid Ajaib Kabupaten Malang

Wisata religi ke "Masjid Ajaib", yang berlokasi di Jalan KH Wahid Hasyim, Gang Anyar RT 27 RW 06 Desa Sanarejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjadi tempat wisata religi favorit bagi semua kalangan, baik kaum muslim dan non muslim.

Sebenarnya, di Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang dan kota Batu) terdapat berbagai lokasi wisata. Namun, untuk "Masjid Ajaib" ini terus didatangi para wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan ada yang datang secara khusus dari luar Jawa, seperti Kalimantan dan Sumatera.

Setiap hari wisatawan yang datang mencapai ribuan orang. Mereka tak hanya datang dari daerah di Jawa Timur, ada wisatawan yang dari luar Jawa. Wisatawan yang datang itu, hanya ingin mengetahui "Masjid Ajaib" tersebut.

Wisata religi yang diberi nama "Masjid Ajaib" itu sebenarnya bukan masjidnya yang ajaib, tiba-tiba muncul secara tiba-tiba, tanpa ada yang membangunnya. Dikatakan "Masjid Ajaib", karena para wisatawan yang memberi nama, ditambah bangunannya luar biasa, berarsitektur ala Timur Tengah.

Sebenarnya, "Masjid Ajaib" itu, adalah bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Syalafiyah Bihaaru Bahri' Asali Fadlaairil Rahmah, yang didirikan oleh KH Ahmad Bahru Mafdlaluddin Sholeh Al Mahbub Rahmat Alam atau yang umum dikenal Romo Kiai Ahmad.

Bangunan Ponpes tersebut memang tergolong unik, antik dan megah. Di dalam Ponpes tersebut, berdiri bangunan dengan arsitektur gaya Timur Tengah, berlantai tujuh. Hampir setiap temboknya, terdapat ukuran dan kaligrafi Arab. Di dalam ponpes tersebut, juga tersedia kolam renang, dilengkapi perahu, yang hanya khusus untuk dinaiki wisatawan anak-anak.

Tak hanya itu, di dalam komplek Ponpes itu, juga terdapat berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung. Di sekeliling Ponpes juga berdiri berbagai bangunan kecil seperti menara yang ada di setiap masjid.

Sejak mencuat kabar "Masjid Ajaib" itu, muncul wacana bahwa "Masjid Ajaib" itu dibangun oleh pasukan jin. Namun kabar tersebut tidak dibenarkan oleh para pengurus Ponpes. Dari pantauan Kompas.com, para pengunjung tak hanya kamu muda, lulusan SMA. Namun, juga ratusan ibu-bapak dari jamaah pengajian di daerahnya masing-masing.

Menurut Iphoeng HD Purwanto alias Gus Ipung, pengurus Ponpes, keunikan bangunan mencakar langit itu, yang dibangun mulai dari bawah tanah itu, tepatnya dilantai tiga, ada tiang penyangga dari seluruh bangunan, yang terbuat dari tanah liat. "Satu tiang yang dibuat dari tanah liat itu yang menjadi roh atau kekuatan dari seluruh bangunan," ujarnya.

Bangunan yang ada tak terpisahkan dari bangunan lainnya. Setiap bangunan ada tangga untuk melewati bangunan lainnya. Di Ponpes tersebut, santri yang bermukim tak terlalu banyak. Hanya ada ratusan santri saja.

Di dalam bangunan tersebut, juga ada ruangan aquarium dan perpustakaan berisikan buku-buku Islam. Di ruang Aquarium, juga menjadi rujukan para wisatawan yang datang. "Pemeluk agama apa pun, boleh datang dan masuk. Kami senang menyambutnya. Hal itu sesuai dengan keinginan pendiri. Karena bangunan ini bukan masjid. Siapa pun bebas masuk. Bangunan ini adalah Pondok pesantren," katanya.

Adapun tujuan Romo Kiai Ahmad mendirikan Ponpes tersebut untuk dikunjungi semua orang, baik umat Islam dan non Islam. "Manfaat datang kesini, sesuai kata pendiri, siapa yang punya penyakit hati, kalau masuk ke pondok ini, dengan izin Allah, bisa sembuh penyakit hatinya," kata Gus Ipung.

lokasi masjid tiban dari arah kota malang (google.com/map)

Sementara itu, menurut salah satu petugas informasi, Muhammad Hafidz, para pengujung setiap harinya mencapai ribuan. Untuk masuk ke Ponpes wisata religi tersebut, tidak dikena biaya apa pun. Parkir saja gratis. Hanya setiap pengunjung diminta untuk mengambil kartu masuk dan kalau hendak pulang, diharapkan wisatawan menukar kartu masuk ke kartu keluar.

Para pengunjung juga diminta untuk menuliskan pesan-kesannya, setelah keliling dibangunan menjulang tinggi tersebut. Tujuannya, kalau ada kekurangan, pihak petugas pondok bisa melakukan evaluasi, agar wisatawan lebih nyaman kalau datang kembali.

Sementara itu, salah satu wisatawan asal Surabaya, Yakub Efendi mengaku, pihaknya bersama 55 orang, rombongan naik bus. "Semuanya ingin tahu seperti apa yang disebut Masjid Ajaib itu," katanya, Jumat (25/5/2012).

Ternyata, menurut Effendi, Masjid Ajaib itu adalah pondok pesantren. Namun, bangunannya yang cukup bagus, antik dan luar biasa. "Seperti tidak dibangun oleh manusia. Arsitekturnya seperti bangunan Timur Tengah," akunya.

Selain itu, para pengunjung yang datang ada juga untuk mengobati hatinya, jika memiliki penyakit hati, seperti dengki, sombong, iri hati dan penyakit hati lainnya. "Karena pendiri pondok ini mengatakan, bagi yang masuk pondok ini penyakit hatinya bisa sembuh," kata Effendi.

Selain menikmati keindahan dan keantikan bangunan, wisatawan juga bisa berziarah ke makam pendiri, yang tak jauh dari pusat bangunan tersebut.

Sepanjang jalan di depan pintu gerbang masuk "Masjid Ajaib" tersebut dijual berbagai jenis kerajinan dan aneka buah khas Malang, sebagai oleh-oleh untuk wisatawan yang berkunjung. Sejak Ponpes tersebut dikenal banyak orang dengan sebutan Masjid Ajaib, juga menjadi berkah bagi warga sekitar. Mereka bisa berjualan di sepanjang jalan menuju bangunan "Masjid Ajaib" tersebut.