Keindahan dan Keajaiban yang Mempesona Menyatu di Teluk Triton Kaimana Papua Barat

Keindahan dan Keajaiban yang Mempesona Menyatu di Teluk Triton Kaimana Papua Barat
foto.pintereset
Pelancong selalu dihadapkan pada dua pilihan. Pelesir ke lokasi yang sudah tersohor dan bepengunjung banyak, atau menjelajah destinasi yang masih sepi. Pilihan pertama, biasanya menawarkan biaya lebih terjangkau, dan fasilitas yang tertata. Beda halnya dengan pilihan kedua.

Kegiatan menjelajah pastinya lebih seru, alamnya masih bagus karena belum banyak tersentuh oleh rekayasa. Namun, semua itu harus ditebus dengan ongkos yang lebih mahal, waktu yang lebih panjang, serta kompromi atas keterbatasan fasilitas.

Akan tetapi, ketika pilihan itu dihadapkan pada penjelajahan bahari, pantai-pantai perawan, teluk-teluk rahasia, karang-karang dengan ikan-ikan lokal yang autentik, plus bonus berinteraksi dengan kultur masyarakat pesisir yang senantiasa hangat, opsi kedua patut dipilih.

Kejutan menyenangkan itulah yang disuguhkan Teluk Triton, Kabupaten Kaimana, Papua Barat.


foto. indonesia tourisme
Jika Raja Ampat yang saya kunjungi pertengahan tahun lalu saja sudah menghadirkan wajah bumi yang melampaui batas angan-angan, maka Kaimana telah melampauinya. Berbagai konsekuesi untuk menjelajahinya rasanya akan sepadan.

Dibutuhkan kuang lebih 7 jam perjalanan udara untuk mencapai Kaimana dari Jakarta, dengan ongkos sedikitnya Rp3 juta, transit yang harus dilakukan hanya di Ambon.

Pilihan lainnya, transit dilakukan hingga tiga kali, di Makassar, Sorong, dan Fakfak, hingga waktu tempuhnya bisa mencapai belasan jam bahkan lebih dari satu hari satu malam.

Jika waktu yang dipunyai lumayan panjang, bisa juga ditempuh opsi menempuh perjalanan laut menggunakan kapal yang dioperasikan PT Pelni dengan rute Surabaya, Makassar, Bau-Bau, Ambon, Banda, Tual, Dobo, Kaimana, dan Fak-Fak.

Besaran ongkos dan panjangnya waktu itu, yang tentunya tak elok jika dibandingkan dengan perjalanan ke destinasi favorit di luar negeri sekalipun, terbayar oleh kehangatan ala Indonesia Timur ketika mendarat di Bandara Utarom.

Ya, inilah Indonesia dengan wajah istimewanya. Senyum hangat, alam yang masih autentik, berpadu dengan kultur lokal yang telah mereka pamerkan sejak zaman prasejarah.

Di Teluk Tritonlah, kita akan menjumpai lukisan-lukisan di dinding karst yang menyimpan banyak kisah dan hingga kini masih jadi bahan riset para peneliti.Saatnya menjelajah!


Berlayar dari Pelabuhan Kaimana, untuk menjemput indahnya Teluk Triton, tersedia perahu panjang alias long boat dengan sewa tarif sedikitnya Rp5 juta, termasuk menyambangi berbagai titik yang menawarkan pesona berbeda.

Setelah hampir 2 jam menikmati gelombang, menjumpai permukaan laut dengan gradasi warna gelap, hingga terang menjelang ujung perjalanan, perahu akan melewati tebing-tebing karst dengan nuansa hitam hingga abu-abu dengan tebaran pohon-pohon nan hijau di sela-selanya.

Perpaduan teluk yang tenang, dengan laut yang menjorok ke daratan, warna air yang terang, dan dinding-dinding tebing yang seakan sengaja ditata penuh cita rasa, membuat mata dan rasa terbius.

Raja Ampatkah ini?

Bukan cuma indah dipandang dari dekat, gugusan karang-karang di Teluk Triton itu, jika dipandang dari atas, akan menampilkan pesona serupa Wayag di Raja Ampat. Laut yang biru gelap dengan lingkaran hijau terang, di antaranya, tampil harmonis dengan pulau-pulau karang beraneka ukuran dengan tutupan nan hijau di dinding dan atasnya.

Rasanya, tak bijak membandingkan, karena keindahan alam senantiasa autentik, tetapi kondisi wilayah yang tak berbeda jauh memang menjadikan Triton dan Raja Ampat serupa. Ke depannya, konsistensi pemeliharaan lingkungan dari penduduk lokal dan pelancong, yang akan menjadikan wajah keduanya mungkin agak berbeda.


Seusai menikmati keindahan di permukaan, saatnya untuk nyebur! Siapkan peralatan snorkeling atau selam, yang jasa sewa juga pemandunya tersedia di Kaimana. Karang-karang dengan aneka ikan, dengan berbagai tingkat kedalaman, tersebar di sini.

Kampanye Pride untuk Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kaimana mengidentifikasi Teluk Triton merupakan bagian dari segitiga karang dunia dengan keanekaragaman hayati laut yang luar biasa.

Berdasarkan hasil penelitian, tercatat 471 jenis karang, 1.000 jenis ikan karang, 4 jenis lumba lumba, paus bryde's, dugong, penyu sisik, hingga penyu hijau berseliweran di sini.

Mangrove, lamun, dan terumbu karang pun masih terjaga baik. Ketiga habitat pesisir tersebut menunjang perikanan di Kaimana yang berdasarkan penelitian memiliki biomassa ikan 228 ton/km2.

Lokasi jejalah bawah air terbaik ada di di seputar Temintoi, Selat Iris, tetapi nyaris di semua pantai, karang dengan ikan-ikan beraaneka rupa dan warna bisa dijumpai, cukup dengan puluhan langkah dari pasirnya. Para raksasa Menyelam lebih dalam, Anda juga bisa berjumpa di paus bryde's, Balaenoptera brydei. Mamalia laut itu berhabitat di perairan tropis dan subtropis hingga laut kutub dan menjadikan Teluk Triton sebagai salah satu wilayahnya.

Sama-sama besar, hiu paus juga bisa dijumpai di perairan Kampung Futa, di kawasan bagan puri, sejenis teri. Di sekitar bagan, ikan terbesar di dunia itu muncul untuk mencari makanan, sisa ikan puri yang dilempar nelayan ke laut. Lagi-lagi, Teluk Triton punya kesamaan dengan Raja Ampat yang jadi rumah bagi kelompok hiu paus.

Makhluk pemakan plankton dan ikan-ikan kecil itu punya kebiasaan menyaring makanan. Berdasarkan Data Merah IUCN, hiu paus berkategori vulnerable. Pada kondisi normal, tanpa bagan, ia berpindah-pindah mencari makanannya sehingga keberadaannya sulit untuk dideteksi.

Ketika bagan puri muncul di wilayahnya mencari makan, hiu paus akan menganggapnya lokasi sumber makanannya. Kini, secara konsisten, mereka datang ke bagan untuk mendapatkan sisa-sisa puri yang dilempar dari bagan.

Conservation International menyatakan, seperti juga di Teluk Cenderawasih, hiu paus di sekitar bagan dapat menjadi atraksi wisata yang menarik. Kuncinya, harus tetap dijaga agar dampak yang ditimbulkan aktivitas para turis, mengamati dan berenang bersama mereka menimbulkan dampak seminimal mungkin bagi si raksasa laut itu.

Buat para turis, menyelam bersama bisa jadi sensasi menyenangkan, kuncinya jaga jarak hingga 2 meter, hindari memotret menggunakan lampu, serta membuat gerakan mengejutkan.

Lukisan cadas

Usai bersenang-senang di air, saatnya menjelajah daratan. Mari kembali ke zaman prasejarah, 10.000 hingga 3.000 tahun yang lalu, ketika manusia Austronesia berumah di Teluk Triton dan menggambar tebing di sekitar Kampung Lobo yang ber Bukan cuma jejak leluhur bangsa ini yang bisa dijumpai di Triton, kisah tentang pendudukan Hindia Belanda pun bisa dilihat di sini.

Tugu Fort du Bus dan bangunan benteng dibangun 1828 di Kampung Lobo, diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa saat itu, LPJ Burggraaf du Bus de Gisignies.

Bangunan ini menandai dimulainya koloni Belanda di tanah Papua.

Sejarawan JJ Rizal pernah berujar Belanda telah mengendus betapa kaya isi perut dan cantiknya pegunungan dan pesisir Papua, hingga mereka pun memutuskan untuk mendarat di sana.

Namun, mereka tak kuasa mengatasi wabah malaria hingga tak sampai satu dekade mereka angkat kaki.

Diingat sepanjang masa

Jika Belanda tak betah, pelancong dijamin akan puas di sini. Waktu terbaik untuk menjelajahinya minimum sepekan. Setiap senja, pastikan tak melewatkan langit dengan nuansa warna terang hingga gelap yang menghiasi langit. Sisakan waktu menikmati matahari tenggelam ditelan lautan, seperti lirik lagu, "Hingga akhir masa kan ku ingat senja di Kaimana."

0 komentar: